Tuesday, April 16, 2013

Menikmati Masalah


"Lagi, ada berita duka, tetanggaku di trenggalek, gantung diri L
Beliau ini sering adzan di musholla.. dikabarkan beliau sakit bronchitis gak sembuh2. Ahh… muga kita diberikan kesabaran dan keimanan untuk menghadapi segala macam ujian dan cobaan.."

Pagi-pagi terima e-mail ini dari seorang teman. Sedih rasanya, walaupun saya tidak kenal orang tersebut secara pribadi. Geram rasanya, karena lagi-lagi setan menang menghasut manusia. 

Disini saya tidak sedang nge-judge orang yang bunuh diri itu pasti masuk neraka karena bunuh diri termasuk dosa besar. Biarlah itu menjadi wilayah kekuasaannya Allah. Saya juga tidak berminat membahas penyebabnya secara psikologis, karena memang saya bukan ahlinya. Saya hanya ingin mengajak kita semua lebih peka "membaca" kasus bunuh diri seperti ini.

Hal yang awam terjadi pada pelaku bunuh diri atau percobaan bunuh diri, entah itu anak, remaja ataupun dewasa, adalah karena merasa buntu dan depresi dengan masalah yang dihadapi dan merasa kesepian/sendirian/terbuang. Ada orang yang mampu menyelesaikan masalahnya dan bangkit dari keterpurukannya, ada yang masih jatuh bangun dengan masalahnya, tapi ada juga yang menyerah sehingga memilih bunuh diri. Saya juga pernah berada di posisi ini. Akarnya adalah akumulasi emosi marah, sedih, dendam yang tidak tersalurkan akhirnya menumpuk terus dan bisa meledak kapanpun. Ledakan emosi plus bisikan setan saat iman sedang lemah, adalah pemicu manusia melakukan tindakan diluar kesadarannya, seperti menyakiti diri sendiri dan atau orang lain.

Hidup manusia tidak pernah lepas dari masalah, lantas bagaimana menyikapinya?

Pertama, selalu kembali pada Tuhanmu dan kitab suci-Nya. Kembalilah pada Allah dan Al-Qur'an bagi yang muslim.
"Tapi kan ada juga orang alim dan soleh yang hidupnya bermasalah terus bahkan menyakiti diri sendiri dan orang lain?"
Eits...jangan tertipu dan menipu diri dengan "topeng ketaatan" ya...ga enak tau!

Sebenernya apa sih itu "topeng ketaatan"? Coba baca tulisan my lovely coach ini deh Topeng Ketaatan

Saya juga dulu ahli dalam memakai "topeng ketaatan" ini. Coba deh tanya ke temen-temen sekolah saya dulu, pasti taunya saya ini "anak baik-baik". Sampai sekarang pun masih banyak orang yang tertipu dengan "topeng ketaatan" yang udah kadung melekat pada saya, karena saya sendiri masih berproses.

Kedua, salurkan emosi marah, sedih dan dendam; jangan dipendam apalagi dimusnahkan, karena emosi tidak bisa dimusnahkan. Emosi yang dipendam terus-menerus hanya akan menyakiti diri sendiri, baik fisik maupun psikis.
"Gimana caranya menyalurkan emosi marah, sedih dan dendam?"

Tiap orang punya caranya masing-masing. Ada yang menyalurkan dengan menangis di kamar, teriak di tepi laut atau di atas gunung, menulis diary atau blog, olahraga atau kegiatan outdoor ekstrem, dan banyak cara lainnya. Yang penting, kita jujur mengakui, menghadirkan dan merasakan rasa sakitnya, rasa ga enaknya.

Kita juga bisa mencari referensi cara menyalurkan emosi melalui buku, website, blog, milis, media sosial atau lewat teman.

Saya sendiri selama bertahun-tahun selalu mencari dan mencoba banyak referensi, mulai dari buku-buku dan training motivasi, seminar hipnoterapi sampai dua kali jadi klien privat hipnoterapi, belajar quantum ikhlas dari CD brainwave, sampai akhirnya Allah mengenalkan saya pada teteh Irma Rahayu melalui Twitter. Berawal dari follower @irmasoulhealer hingga Allah menggerakkan saya mengikuti kelas EHGT (Emotional Healing Group Therapy), Money Therapy hingga private healing. 

Mengenal emotional healing seperti saya menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya selama ini, membuka jalan bagi saya mengenal diri sendiri dan mengajarkan saya cara menyikapi masalah dalam hidup.


Layaknya orang awam, saya dulu juga selalu berusaha menghindar dari masalah, cari aman. Alih-alih menyelesaikannya, saya cenderung membiarkan masalah "selesai dengan sendirinya". Karena punya masalah itu ga enak, menyakitkan! Walhasil, bukannya masalah "selesai dengan sendirinya", yang ada malah tumpukan masalah hingga mengganggu kesehatan fisik. Saya jadi mudah lelah, mudah putus asa, sering merasa sendirian dan ga ada orang yang mengerti saya. Masalah saya muter-muter disitu-situ aja.

Dengan memahami emotional healing dan mempraktekkan cara-cara yang diajarkan oleh teteh Irma, saya belajar menikmati masalah. Semudah itukah? Ya engga donk! Jatuh bangun guling-gulingan ampe berdarah-darah rasanya. Karena ketika kita niat untuk berproses, saat itu pulalah Allah akan menguji niat tersebut, apakah kita istiqomah atau tidak.

Dengan emotional healing ini juga saya belajar memaafkan dan minta maaf. Memaafkan diri kita dan masa lalu kita, memaafkan orang-orang yang menyakiti kita dan meminta maaf kepada orang-orang yang pernah kita sakiti. Jujur ini susaaaah bangeeet! Apalagi bagi orang yang terbiasa denial, gengsian dan egois. Saya masih tertatih-tatih berproses ini *ngaku*

Menikmati masalah beda dengan menggampangkan masalah atau melemparkan masalah ke orang lain. Kita harus sadar dulu kalo masalah itu ada, mengakui, merasakan dan menyalurkan emosi marah, sedih, dendam dari masalah yang kita hadapi, menggali akar masalahnya dan jujur dengan apa yang kita mau, memaafkan dan minta maaflah, lalu berdoa dengan yakin bahwa pertolongan Allah itu selalu ada, setelah itu pekalah "membaca" jawaban doa dari Allah. 

Last but not least, berita duka dari teman pagi ini juga jadi pengingat bagi saya khususnya, agar banyak-banyak bertaubat.....

"Innalillaahi wa innailaihi raajiun…semoga kita dijauhkan dr su’ul khotimah yaa…"

Monday, February 4, 2013

Warisan Bapak

"Any Man can be a father, but it takes a special person to be a Dad"
Anonim


Setiap pagi jam 6.00 WITA, saya punya kebiasaan nonton Wisata Hati – Yusuf Mansur di ANTV. Tidak terkecuali pagi ini. Bedanya, pagi ini saya nontonnya sambil setengah tertidur hehehe…Bukannya malas bangun. Saya sudah terbangun sejak jam 2.30 dini hari, kemudian tidur-tiduran lagi sampai jam 3.30 WITA. Saya lantas bangun untuk sholat malam dilanjutkan dengan sahur. Selesai sholat Shubuh dan mengaji, saya set Mivo TV di channel ANTV sambil baca-baca kembali buku pak Noveldy yang berjudul “Menikah Untuk Bahagia”. Naaah, karena membaca bukunya sambil tiduran itulah saya malah kebablasan tertidur hehehe….
Sayup-sayup saya mendengar ustadz YM dengan semangatnya menceritakan tentang Ayah beliau. “Beliau tidak meninggalkan rumah, tabungan, uang atau harta materi apapun untuk kami! Namun sekarang, apa yang kami tidak punya? Saya dan kakak-kakak saya hidup berkecukupan saat ini. Karena beliau selalu memberikan kami makan dari rezeki yang halal!” Itulah sepenggal tausiyah pagi yang mengena sekali bagi saya. Ya, karena cerita ustadz YM ini dekat sekali dengan kehidupan saya.

Saya teringat almarhum Bapak. Bapak orangnya sangat sederhana. Sebagai kepala rumahtangga yang harus membiayai hidup kami sekeluarga dan juga rutin mengirimkan uang bulanan untuk nenek dan kakaknya di kampung, ekonomi keluarga kami jauh dari kata cukup. Kami hidup dalam kondisi yang sangat berhemat. Tapi Bapak bisa dengan murah hati memberikan saya bahan bacaan dari kecil. Walaupun kami tinggal jauh di Anambas Kepulauan Riau, sejak SD saya sudah langganan majalah Bobo dan majalah Islami Sahabat. Gak kalah kan dengan teman-teman sebaya saya yang hidup di kota? Hehehe….Bapak juga selalu berusaha memenuhi kebutuhan saya sebagai anak-anak, seperti dengan susah payah membelikan sepeda, mainan, kaset lagu anak-anak, baju anak yang lagi tren di kampung, baju lebaran.
Bapak menjamin anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang baik, di sekolah ataupun di luar sekolah, pendidikan agama khususnya. Saya belajar membaca, menulis, menghitung dan mengaji dengan Bapak. Ditengah kesulitan ekonomi keluarga, saya bersyukur tetap bisa tumbuh normal dan bahagia sebagaimana anak-anak lainnya.

Di kantor, Bapak termasuk orang yang disegani, karena beliau selalu jujur dan keras terhadap penyelewengan apapun yang terjadi di kantor. Hal ini juga yang membuat beberapa teman kantornya kurang suka, karena Bapak tidak mau ikut-ikutan “main uang”. Sebagai seorang Hakim di Pengadilan Agama, tentu banyak godaan dari klien, yang minta urusan perceraiannya cepat diproses dan diputuskan, bahkan ada yang sampai datang ke rumah untuk memberikan uang atau bingkisan khusus. Namun, alih-alih menerima sogokan tersebut, Bapak malah menasehati kliennya agar rujuk dan mengikuti proses yang berlaku. Ada klien yang akhirnya sadar, namun tidak sedikit juga yang pulang dengan hati mangkel. Tidak jarang pula Bapak mendapat fitnah menerima sogokan dari klien, tapi karena tidak pernah terbukti, fitnah tersebut akhirnya surut sendiri. Malah pernah kejadian, yang memfitnah Bapak malah kena getahnya, ketahuan menggelapkan uang kantor. Allah Maha Adil.
Bapak, sosok laki-laki yang selalu mengalah demi kebutuhan anak dan istrinya. Yang jarang sekali membeli pakaian baru untuk dirinya sendiri, tapi tidak pernah pelit membelikan kami pakaian baru. Pernah suatu waktu menjelang masa pensiun beliau, Bapak mendapatkan penghargaan Satyalancana Karya Satya dari Presiden RI karena pengabdian beliau selama 20 tahun di instansi Pengadilan Agama. Menjelang upacara penyematan tanda jasa tersebut, Bapak terlihat nervous sekali. Bapak tidak punya jas, kemeja dan dasi yang bagus, karena beliau hanya punya seragam safari kantor. Mau beli yang baru tapi harganya mahal. Bapak tidak mau boros untuk dirinya sendiri. Cari pinjaman sana-sini tapi tidak ada yang pas ukurannya. Karena waktu sudah mepet, akhirnya Bapak membeli satu set jas, kemeja dan dasi di pasar barang-barang second.

Hari penyematan tanda jasa itu adalah hari paling bahagia bagi Bapak. Wajah beliau cerah sepanjang hari. Tanda jasa tersebut dipatutnya, disimpannya dengan baik. Tanda jasa tersebut adalah lambang kebanggaannya di hadapan keluarga, teman dan instansinya.
Tidak banyak harta yang ditinggalkan Bapak setelah beliau wafat. Sebuah rumah tipe RSS (Rumah Sangat Sederhana), pensiun dan tabungan yang tidak seberapa. Itu saja. Hari ini, 13 tahun setelah Bapak wafat, saya dan adik-adik masih bisa bertahan hidup dengan cukup. Perekonomian kami saat ini jauh lebih baik dari yang Bapak jalani selama 20 tahun lebih pengabdiannya bagi Negara. Kami sadar, apa yang kami nikmati saat ini adalah hasil investasi kedua orangtua kami sejak kecil. Bukan investasi berupa harta dan materi, tapi makan dan minum dari rezeki yang halal. Darah daging dari rezeki yang halal.

Didikan orangtua sangat berperan membentuk prinsip hidup kami. Memang tidak semua prinsip hidup yang kami rekam sejak kecil itu dapat diterapkan dalam kondisi kehidupan saat ini. Disinilah dituntut kedewasaan kami untuk memilah-milah mana yang cocok bagi kami.

Dari seorang Bapak yang karakternya keras dan teguh memegang prinsip hidup jujur, saya belajar untuk terus bertahan hidup dalam kondisi apapun. Saya belajar bahwa orang yang keras terhadap diri sendiri, justru adalah orang yang paling butuh kasih sayang, perhatian dan pengertian, untuk membantu mereka tumbuh menjadi manusia yang hangat dan menyadarkan bahwa mereka pantas menikmati kebahagiaan…kami cinta Bapak ^_^
 

Sunday, January 20, 2013

Hidayah


By: Taufiq Ismail

“Kalaulah harus disebut sebagai  fenomena. Yang paling mahal harganya, Dalam hal hubungan hadiah dari ALLAH kepada manusia. Hidayah, itulah dia namanya”

“Itulah Hidayah… yang tak terkira mahal harganya . Tinta seluruh lautan akan kering menghitungnya. Tukar dia jangan dengan apa pun benda di dunia”

“Karena Allah tidak dapat dibujuk melalui perdagangan. Tetapi Dia bisa sangat murah hati, mengenai… Hidayah itulah dia namanya”

“Tak dapat ditukar dengan emas seratus gunung banyaknya. Tak dapat dibarter dengan berlian tujuh samudera jumlahnya. Hidayah itulah dia namanya”

“Sehingga karena aku tak mau kehilangan waktu  Aku bershalat dimana saja. Di lantai mesjid ini yang luas luar biasa”

“Terbitlah kerinduan pada kampung halaman kita Yang sebenar-benar kampung halaman. Di balik kelak kain kafan Yang tanggal di kuburan”

Tuesday, January 15, 2013

Zakat Profesi


"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(QS. At-Taubah: 103)

Wacana yang tengah hangat dalam dunia zakat selama beberapa dekade terakhir ini adalah diperkenalkannya instrumen “zakat profesi” di samping “zakat fitrah” dan “zakat maal” (zakat harta). Sebagian kecil masyarakat masih mempertanyakan legalitas zakat profesi tersebut. Mereka yang menentang penerapan syariat zakat profesi ini beranggapan bahwa zakat profesi tidak pernah dikenal sebelumnya di dalam syariat Islam dan merupakan hal baru yang diada-adakan. Sedangkan mayoritas ulama kontemporer telah sepakat akan legalitas zakat profesi tersebut. Bahkan, zakat profesi telah ditetapkan berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia dengan Keputusan Nomor 3 tahun 2003.

Setiap penghasilan, apapun jenis pekerjaan yang menyebabkan timbulnya penghasilan tersebut diharuskan membayar zakat bila telah mencapai nisab. Pekerjaan apa saja? Bisa Dokter, Pegawai Negeri Sipil, Akuntan, konsultan, artis, entrepreneur dan sebagainya. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah swt:"Hai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu." (QS Al Baqarah:267).

Selain ayat di atas, masih banyak ayat-ayat di dalam Al Qur'an dan hadits yang bisa dijadikan sebagai dalil yang memperkuat legalitas zakat profesi. Bahkan di dalam bukunya, “Fiqhu Zakah” (yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Fikih Zakat) Dr. Yusuf Qardawi mengemukakan bahwa penerapan zakat profesi telah sejak lama berlangsung dalam pemerintahan Islam sebagaimana pernah terjadi pada masa Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Muawiyah, serta Umar bin Abdul Aziz yang memberlakukan pemotongan gaji para pegawai pemerintahan.

Ditinjau dari sisi lain, zakat profesi sangat sesuai dengan prinsip keadilan Islam. Coba bayangkan, sungguh tidak adil bilamana seorang petani yang bekerja sangat keras untuk mewujudkan hasil pertaniannya, setiap panen tiba harus mengeluarkan zakat pertanian sebesar 5 hingga 10 % sementara kaum professional yang memiliki penghasilan lebih besar dari petani tersebut tidak dikenai zakat.

Dari aspek sosial, zakat profesi sejatinya sangat berperan bagi perwujudan keadilan sosial. Menurut Ahmad Gozali, Perencana Keuangan Safir Senduk dan Rekan, di dalam majalah Sharing zakat adalah investasi sosial. Selain pahalanya disebutkan secara tegas di dalam Al Qur'an bahwa setiap harta yang kita keluarkan akan mendapat balasan sebesar 700 kali lipat,  entah dengan harta yang sama maupun dalam bentuk yang berbeda yang tidak kita sadari, dengan berzakat kita telah berperan secara aktif dalam memerangi kemiskinan. Keuntungan lain bagi orang yang berzakat, sejalan dengan menurunnya tingkat kemiskinan tingkat kriminalitas juga semakin menurun sehingga lingkungan kerja dan usaha semakin kondusif.

Untuk membantu menghitung zakat profesi, bisa menggunakan kalkulator zakat berikut sebagai referensi:

Sunday, January 13, 2013

Memantaskan Diri atau Sombong?


“Masih ada langit diatas langit”
Anonim

Ada dua pilihan ketika mengalami kegagalan, entah itu dalam hal karier, pendidikan, keluarga, bisnis atau percintaan: menyalahkan oranglain atau introspeksi diri. Saya tidak akan membahas yang pertama karena hanya akan buang-buang waktu saja.

Introspeksi diri adalah proses evaluasi pada faktor internal: sikap, pemikiran, keputusan dan tindakan yang dihasilkan oleh kita sendiri. Seberapa banyak kita mengambil referensi atau teladan dari orang lain, yang kemudian kita olah secara bijak dan memberikan perubahan yang baik bagi hidup kita sendiri.

“Pantaskanlah diri anda untuk menerima yang besar”
“Pantaskanlah diri anda bagi sebaik-baiknya belahan jiwa”
“Jika anda ingin sukses, maka pantaskan diri anda untuk sukses”

Tidak dipungkiri, kalimat diatas banyak memotivasi orang untuk bangkit dan bergerak. Mati-matian bangkit, memaksa diri keluar dari zona nyaman, meninggalkan lingkungan lama yang tidak mendukung. Jatuh-bangun bangkit dari proses menempa diri untuk mencapai tujuan. Ujian demi ujian dilalui dengan tabah. Demi meng-upgrade diri, demi memantaskan diri.

Banyak yang akhirnya berhasil. Ya, memang begitulah hukum alam, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan sukses. Berhasil mencapai tujuan, mencapai kesuksesan, mendapatkan yang diinginkan. Merayakan keberhasilan bisa dengan banyak cara. Ada yang sujud syukur, traktir makan teman-teman, pesta-pora, bersedekah, membeli segala sesuatu yang sudah lama diidam-idamkan dan banyak cara lainnya. Merayakan keberhasilan sejatinya adalah memberikan reward kepada diri sendiri atas kerja keras yang telah ditempuh selama proses menuju keberhasilan. Hal yang manusiawi sekali.

Namun tidak sedikit pula yang lupa, bahwa keberhasilan pada dasarnya adalah tentang PROSES, bukan sekedar HASIL. Dan tercapainya tujuan bukan berarti segalanya, bukan berarti perjuangan hidup telah usai, akan seterusnya hidup enak, tenang, nyaman. Bagaimana hati, pikiran dan emosi kita ikut terbentuk selama berproses itulah yang membentuk kita menjadi pribadi baru, lebih baik atau tidak.

“Dulu waktu saya susah, ga ada yang mau temenan dengan saya. Sekarang jangan harap saya mau berteman dengan mereka yang menghina saya dulu!”
“Dulu aja cewek-cewek itu nolak saya, sekarang pada ngejar-ngejar!”
“Saya bisa berhasil karena kerja keras saya sendiri, bukan dengan minta-minta ke orang, ngapain saya musti bantuin mereka!”

Kalimat semacam diatas pasti pernah kita dengar ya, entah itu dari orang yang kita kenal ataupun di media sosial dan internet. Disinilah kedewasaan seseorang diuji, apakah dia memang sudah “pantas” dan “siap” dengan hasil yang telah dia perjuangkan, atau sebenarnya dia justru sedang diuji dengan keberhasilannya tersebut. Keberhasilan yang menghasilkan hasrat untuk balas dendam, justru sebenarnya menunjukkan bahwa orang tersebut belum berhasil secara emosional. Pikiran dan tenaga mungkin telah berjuang mati-matian, tapi dengan membawa hati yang masih memendam sakit.

Jangan jumawa dulu jika sedang dianugerahi banyak kesenangan dan kemudahan, bisa jadi itu adalah ujian-Nya yang kapan pun bisa Dia balikkan menjadi kesulitan dan kesempitan. Walaupun itu adalah hasil kerja keras dan perjuangan kita, tanpa ridho-Nya, semuanya tidak akan jadi apa-apa. Allah itu Maha Besar, makanya Dia bisa merencanakan apa saja terhadap mahluk-Nya.

#NtMS (Note to My Self)


Denial (Penyangkalan)

"Simply say what's in your heart"
Belle (Belle's Magical World)

Denial adalah mekanisme penolakan dari dalam diri atas sesuatu. Memainkan peran defensif, sama seperti represi. orang menyangkal untuk melihat atau menerima masalah atau aspek hidup yang menyulitkan. Denial beroperasi pada taraf preconscius atau conscius.

Contohnya: seorang gadis yang rendah diri, tidak berani menunjukkan perasaan suka pada lawan jenis karena merasa kurang cantik, kurang pintar, kurang kaya. Sebutlah namanya Dara.

Dara ingin sekali menolak perasaan sukanya terhadap seseorang hanya karena situasi yang dia hadapi mirip dengan pengalaman sebelumnya yang cukup sering dan berujung sakit hati.

Dara tahu dia adalah sosok pria idamannya. Saat Dara pertama kali melihat pria itu, Dara sudah bisa mengatakan bahwa dia adalah pria idaman tipenya. Tapi pada saat yang bersamaan juga Dara memilih untuk menolak habis-habisan perasaannya. Setiap Dara ngobrol dengan pria itu, Dara berusaha ketus dan berkesan Dara tidak peduli dengan pria itu. Dara merasa hancur saat melakukan itu. Dara merasa bersalah memperlakukan dia seperti itu. Tapi ini adalah salah satu cara penolakan Dara agar perasaan ini tidak berlanjut.

Entah apa dan bagaimana semakin hari bukannya semakin berkurang rasa ini malah semakin sering Dara bertemu dia. Sering pula mereka ngobrol banyak. Dara merasa dialah pria yang benar-benar tipenya. Tapi disisi lain Dara tidak mau melanjutkan perasaan ini. Selama ini dia selalu bersikap baik pada Dara, mungkin itu salah satu juga yang membuat Dara tidak bisa total menjauhi dia.

Dara takut untuk mengambil resiko mengejar cintanya. Dara takut terjatuh untuk yang kesekian kali. Tapi Dara merasa kesempatan untuk dekat dengan dia pun sama besar. Dara takut mengambil langkah yang salah. Dara takut kecewa dengan keputusannya sendiri.

Suatu hari, pria itu bilang ke Dara kalau dia sedang ingin jadian dengan orang lain tanpa Dara tau siapa wanita tersebut. Dara mencoba mencari kebenaran dari cerita pria itu dengan bertanya ke teman-teman lingkungan sekitarnya. Tapi hasilnya nihil. Teman-temannya juga tidak ada yang tahu siapa yang dimaksud wanita rahasia itu. Ada seorang teman yang menerka wanita itu adalah Dara. tapi Dara merasa tidak memiliki potensi untuk berada di posisi wanita tersebut.

                                                                               ---

Contoh yang dialami Dara diatas mungkin juga banyak dialami oleh wanita lain, bahkan mungkin juga pria.  Memang denial bisa terjadi pada wanita ataupun pria, karena ini adalah pilihan sadar. Denial tidak hanya terjadi ketika kita mengalami masalah cinta, tapi juga keuangan, keyakinan agama dan juga masalah keluarga seperti kematian, perceraian, pernikahan dan lainnya. Penyebab umumnya adalah pengalaman hidup yang secara sengaja ataupun tidak sengaja masih menyimpan emosi negatif dalam pikiran bawah sadar.

Cara membebaskan diri dari denial? Being present!! (silakan baca dalam tulisan sebelumnya ya). Gali alam bawah sadar kita, cari tau penyebabnya, keluarkan dan lepaskan. Cara ini bisa kita lakukan sendiri atau bisa melalui bimbingan dan pendampingan oleh ahli yang kita percayai seperti ustadz, psikiater, hipnoterapis atau soulhealer. Yang perlu digarisbawahi adalah mintalah bantuan pada yang ahli, jangan sembarangan percaya pada orang yang tidak kompeten untuk hal ini, karena bisa-bisa denial kita bukannya sembuh malah makin parah.

#NtMS (Note to My Self)

Being Present

"Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
QS. Ar Rahman

Setiap orang punya jatah waktu yang sama, 24 jam sehari.
Yang berbeda hanyalah bagaimana kita mengisi waktu yang kita punya.
Waktu tidak bisa diputar kembali, tapi bukan berarti kita harus paranoid menghadapi hari ini dan hari esok. Rencanakanlah hidup yang lebih baik esok hari, tapi jangan lupakan hari ini.
Hiduplah untuk hari ini seutuhnya.
Jika hari ini kita harus bersedih, menangislah, tuntaskan hari ini, karena kita tidak pernah tahu, mungkin bahagia sudah menunggu kita esok hari.
Jika hari ini kita berbahagia, senyum dan tertawalah, karena belum tentu esok kita masih bisa tersenyum dan tertawa.

Pejamkan mata sejenak...
Biarkan hati dan pikiran kita menikmati hari ini.
Biarkan hati dan pikiran bekerjasama, selaras, seimbang.
Jangan paksakan pikiran dan tubuh kita melakukan sesuatu yang hati tidak nyaman dengannya.

Allah mengajarkan kebahagiaan dan sukacita lewat ujian, cobaan dan tekanan hidup.
Allah mengajarkan kesedihan dan dukacita lewat kesenangan, kemudahan dan kelapangan.
Penyesalan mengajarkan kita bagaimana caranya bertobat dan minta ampun pada-Nya.
Keberuntungan mengajarkan kita bagaimana cara bersyukur pada-Nya dan berbagi pada sesama.
Bagaimanapun perjalanan hidup yang telah kita lalui, hiduplah untuk hari ini seutuhnya.

Bersujudlah pada-Nya.
Tarik napas yang dalam, kemudian keluarkan.
Biarkan senyum dari dalam hati yang mengukir wajah kita.
Dan ucapkan,"Alhamdulillah..."

#NtMS (Note to My Self)